Ayah..
Karena jasamu aku bisa menikmati
Indahnya hidup sampai saat ini.
Engkau tak pernah letih banting tulang
Hanya demi masa depan ku yang cerah
dan menemani disetiap perjuangan hidup ku
Engkau yang selalu
Memberi senyum kebahagiaan
Dikala aku berhasil
Dan menguatkanku
Dikala aku terjatuh
Terima Kasih Ayah
Apa yang telah engkau berikan
Aku menyayangimu sampai kapan pun.
Sabtu, 18 Oktober 2014
Puisi Untuk Ibuku...!!
Dalam senyum mu kau sembunyikan letih mu
Derita siang dan malam menimpamu
Tak sedetikpun menghentikan langkahmu
Untuk bisa memberi harapan baru bagiku
Dia lah Ibu Orang yang selalu menjagaku
Aku hanya manusia lemah
Yang membutuhkan kekuatan
Kasih sayang dari ibu
Kekuatan yang lebih dari apapun
Walaupun engkau selalu memarahiku
Tapi aku tau itu bentuk perhatian dari mu
Aku sangat sayang pada mu ibu
Terima kasih atas pengorbananmu
Semoga aku bisa membalas kebaikanmu Ibu....,,,,
Derita siang dan malam menimpamu
Tak sedetikpun menghentikan langkahmu
Untuk bisa memberi harapan baru bagiku
Dia lah Ibu Orang yang selalu menjagaku
Aku hanya manusia lemah
Yang membutuhkan kekuatan
Kasih sayang dari ibu
Kekuatan yang lebih dari apapun
Walaupun engkau selalu memarahiku
Tapi aku tau itu bentuk perhatian dari mu
Aku sangat sayang pada mu ibu
Terima kasih atas pengorbananmu
Semoga aku bisa membalas kebaikanmu Ibu....,,,,
Sabtu, 11 Oktober 2014
Segarnya Menusuk Kedalam-dalam, Semangkok Es Batil
Es batil adalah minuman khas dari desa Bulu Brangsi Lamongan,di Lamongan kalian akan menjumpai yang sama sekali berbeda apabila dicampur dengan es dan bahan-bahan lain batil akan menjadi minuman yang sangat segar dan mengenyangkan.
Ya, minuman yang terbuat dari beras yang di proses sehingga terbentuk menjadi batil, kemudian dalam penyajiannya ditambah variasi seperti rumput laut, siwalan, muntiara, kajang ijo, ketan hitam dan santan.
'' Kalau anda penasaran dengan minuman ini anda bisa datang ke warung Bu Bayinah di desa Bulu Brangsi kecamatan Laren, lokasi desa ini cukup jauh dari jalan utama pantura maupun jalan raya Lamongan. Untuk mengetahui desa ini, silahkan lihat Google Maps.''
Meskipun warung ini berada di pelosok tapi setiap harinya selalu ramai pembeli, yang lebih menyenangkan lagi lokasi ini berada di sekitar sawah dibawah naungan rumpun bambu yang teduh. Tertarik untuk mencoba?? warung yang sudah sejak 1990 ini buka setiap hari dari pukul 09.00-17.00. Tapi saran saya, akan lebih baik apabila anda datang tidak lebih dari 14.00, karena biasanya telah kehabisan batil saat sudah sore dan hanya menyisahkan es dawet siwalan / kacang hijau saja.
Meskipun warung ini berada di pelosok tapi setiap harinya selalu ramai pembeli, yang lebih menyenangkan lagi lokasi ini berada di sekitar sawah dibawah naungan rumpun bambu yang teduh. Tertarik untuk mencoba?? warung yang sudah sejak 1990 ini buka setiap hari dari pukul 09.00-17.00. Tapi saran saya, akan lebih baik apabila anda datang tidak lebih dari 14.00, karena biasanya telah kehabisan batil saat sudah sore dan hanya menyisahkan es dawet siwalan / kacang hijau saja.
Jumat, 10 Oktober 2014
PUISI SAHABAT
Selalu hadir dalam kehidupan kita
Baik itu senang atau susah
Tak perlu berkata ia pasti mendengar
Semua cerita akan tercampur dengan bumbu kisahnya
Menegur kala kita salah mengambil langkah
Menyokong kala kita mengangkat satu keputusan
Bertanggung jawab walau tak ikut menyebabkan
Meniupkan hawa kedamaian kala kita terbalut dalam emosi
Dan… Selalu seperti itu hingga takdir memisahkan
Baik itu senang atau susah
Tak perlu berkata ia pasti mendengar
Semua cerita akan tercampur dengan bumbu kisahnya
Menegur kala kita salah mengambil langkah
Menyokong kala kita mengangkat satu keputusan
Bertanggung jawab walau tak ikut menyebabkan
Meniupkan hawa kedamaian kala kita terbalut dalam emosi
Dan… Selalu seperti itu hingga takdir memisahkan
Selasa, 07 Oktober 2014
File Note
PONDOK PESANTREN BAWAH TANAH
Tempat pondok pesantren
Syeh Maulana Maghrobi dibawah telapak kaki Gua, Gua ini di istikhoro selama 3
tahun, yang berziarah diharuskan berdo’a semampunya. Nama ini di ambil dari
seorang wali yang dahulu pernah ada di Tanah Jawa. Pesantren ini lebih dikenal
dengan sebutan Ponpes Perut Bumi, Ponpes perut bumi berada didalam tanah seluas
3 hektar, Menurut pengakuan KH.Subhan Mubarok pimpinan Ponpes perut bumi setelah
menerima bisikan ghaib di malam 1 syuro tahun 2001, segera ia membeli tanah
yang berada di Kelurahan Kedungombo itu, Dahulu itu adalah tempat pembuangan
sampah dan sarang ular. Setelah tempat itu di bersihkan selama 15 tahun, lalu
KH.Subhan mengubah gua itu menjadi ponpes.
Ponpes ini didirikan
tanggal 10 Muharram 2002. Ponpes perut bumi dipagari tembok setinggi 1 meter.
Saat menuruni undakan tangga disebelah kanannya ada sebuah tempat untuk
berwudlu dan toilet. Didalam gua ini terdapat sebuah ruangan besar yang
digunakan untuk masjid, tempat ini diberi nama gua “Putri Ayu” diambil dari
nama penghuni yang diyakini menjaga gua tersebut. Gua ini diwariskan dengan
Sendang Ayu Putri Hardjo dari Solo.
Disebelah utara gerbang
utama terdapat lorong dikanan kiri lorong terdapat lubang-lubang gua dengan
lantai terplester untuk sementara digunakan sebagai kamar-kamar santri, di
balik ruangan ini masih terdapat gua-gua yang lain seperti Petilasan Sunan
Kalijaga dan Syeh Jangkung dan bekas pijakan kaki Syeh Maulana Maghrobi,
ketiganya adalah para wali yang diyakini pernah bertapa di gua itu.
Ponpes itu sangat
terbuka menerima tamu, setiap hari orang datang silih berganti untuk meminta
didoakan kiai / sekedar melihat-lihat pesantren yang berada di gua itu.
Mendirikan pesantren bawah tanah bukanlah tanpa hambatan, saat mau mendirikan
ponpes bupati Tuban melarangnya, dengan alasan gua tersebut adalah milik
Negara. Walaupun kesulitan dana tapi sedikitpun tidak pernah ada campur tangan
pemerintah.
Rabu, 01 Oktober 2014
Tugas Kuliah
”Ideologi
keagamaan Dan Demokrasi di Indonesia”
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Gerakan Ideologi Keagamaan
Oleh
:
Siska Widiyanti (E02211025)
Dosen
Pembimbing:
Drs. Kunawi Basyir, M.Ag
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS
USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2014
A.
Hubungan
Ideologi Keagamaan dan Demokrasi
Ideologi
keagamaan pada hakikatnya memiliki perspektif dan tujuan yang berbeda dengan ideologi
liberalisme dan komunisme. Sebenarnya sangatlah sulit untuk menentukan tipologi
ideologi keagamaan, karena sangat banyak dan beraneka ragam wujud, gerak, dan
tujuan dari ideologi tersebut. Namun secara keseluruhan terdapat suatu ciri
bahwa ideologi keagamaan senantiasa mendasarkan pemikiran serta moralnya pada
suatu ajaran agama tertentu.
Gerakan-gerakan politik yang mendasarkan pada suatu ideologi keagamaan lazimnya sebagai suatu reaksi atas ketidak adilan, penindasan serta pemaksaan terhadap suatu bangsa, etnis ataupun kelompok yang mendasarkan pada suatu agama.
Gerakan-gerakan politik yang mendasarkan pada suatu ideologi keagamaan lazimnya sebagai suatu reaksi atas ketidak adilan, penindasan serta pemaksaan terhadap suatu bangsa, etnis ataupun kelompok yang mendasarkan pada suatu agama.
Dalam
konteks operasional Indonesia, dengan berbagai latar belakang yang membedakan
antara Indonesia dengan Negara barat, maka sejatinya konsep penerapan yang ada
pun melihat konteks Indonesia. Jika dalam ikatan sejarah terjadi berbagai macam
perdebatan mengenai kontroversi agama dan Negara yang akhirnya disepakati bahwa
dasar Negara Indonesia adalah pancasila dan pancasila bukanlah sebuah agama,
maka demokrasi akan dapat berkembang.
Konteks
hubungan antara agama dan demokrasi ada pengaruh globalisasi. Demokrasi yang
meniscayakan adanya kebebasan setiap individu menghasilkan perilaku yang individualistik
dan asosial. Islam sebagai mayoritas agama yang dipeluk rakyat Indonesia belum
mampu dicerna aspek sosialnya karena perilaku masyarakat terpengaruh oleh arus
global. Sehingga tadinya yang budaya gotong royong menggema sekarang yang
terjadi justru perilaku individualis masyarakat yang bercorak egoisme.[1]
Demokrasi sebagaimana halnya gejala modernisasi
dan globalisasi, merupakan “produk impor” yang kehadirannya sulit dielakkan.
Hampir semua bangsa di dunia menerima konsep demokrasi tak terkecuali
Indonesia. Namun demikian kehadiran demokrasi tidak selalu berjalan mulus di
setiap negara. Ada sebagian elemen bangsa yang menerima penuh antusias dan ada
sebagian menolak disertai aneka kecurigaan. Tidak jarang pergulatan dalam
mengapresiasi demokrasi menimbulkan gesekan bahkan konflik antar elemen-elemen
bangsa itu sendiri. Salah satu penyebab utamanya adalah karena demokrasi harus
berhadapan dengan unsur-unsur lokal, baik itu budaya maupun agama yang relatif
telah mapan.
Di Indonesia agama dan budaya telah memberikan
warna yang cukup kental. Pertautan demokrasi yang berasal dari barat dengan
agama tidak selalu berjalan mulus, namun juga bukan berarti persenyawaan
keduanya tidak terjadi. Dialektika agama dan demokrasi hingga kini terus
mencari bentuk di Indonesia, sehingga demokrasi masih terus berproses dengan
berbagai dinamika di dalamnya.
B.
Demokrasi
dan Implementasinya
Pembahasan
tentang peranan Negara dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari telaah
tentang demokrasi dan hal ini karena dua alas an. Pertama, hampir semua negara
didunia telah menjadikan demokrasi sebagai asasnya yang fundamental sebagai
telah ditunjukkan oleh hasil studi UNESCO pada awal 1950-an yang mengumpulkan
lebih dari 100 sarjana barat dan timur, sementara dinegara-negara demokrasi itu
pemberian peranan kepada Negara dan masyarakat hidup dalam porsi yang berbeda-beda
(kendati sama-sama Negara demokrasi). Kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan
secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk
menyelenggarakan Negara sebagai
organisasi tertingginya tetapi ternyata demokrasi itu berjalan dalam jalur yang
berbeda-beda. Dalam hubungannya dengan implementasi kedalam sistem pemerintahan,
demokrasi juga melahirkan sistem yang bermacam-macam.
Pertama,
sistem presidensial yang menjajarkan antara parlemen dan presiden dengan memberi
dua kedudukan kepada presiden dengan memberi dua kedudukan kepada presiden
yakni sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan.
Kedua,
sistem parlementer yang meletakkan pemerintah dipimpin oleh perdana menteri
yang hanya berkedudukan sebagai kepala pemerintahan dan bukan kepala Negara,
sebab kepala negaranya bisa diduduki oleh raja atau presiden yang menjadi simbol
kedaulatan dan persatuan.
Ketiga,
sistem referendum yang meletakkan pemerintah sebagai bagian (badan pekerja)
dari parlemen. Di beberapa Negara ada yang menggunakan sistem campuran antara
presidensial dengan parlementer yang antara lain dapat dilihat dari sistem
ketatanegaraan di perancis atau di Indonesia berdasar UUD 1945.
Dengan
alasan tersebut menjadi jelas bahwa asas demokrasi yang hampir sepenuhnya
sebagai model terbaik bagi dasar penyelenggaraan negara ternyata memberikan
implikasi yang berbeda diantara pemakai- pemakainya bagi peranan Negara.
C.
Arti
dan Perkembangan Demokrasi
Demokrasi
mempunyai arti penting bagi masyarakat yang menggunakannya, sebab dengan
demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi Negara
dijamin. Oleh sebab itu hampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah
demokrasi ini selalu memberikan posisi penting bagi rakyat kendati secara
operasional implikasinya di berbagai Negara tidak selalu sama. Sekedar untuk
menunjukkan betapa rakyat pada posisi penting dalam asas demokrasi ini. Demokrasi
adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Pada intinya, yang banyaklah yang
menang dan yang banyak dianggap sebagai suatu kebenaran.
Demokrasi
sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir
rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya,
termasuk dalam menilai kebijaksanaan Negara, karena kebijaksanaan tersebut
menentukan kehidupan rakyat.[2]
Jadi, Negara demokrasi adalah Negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak
dan kemauan rakyat atau jika ditinjau dari sudut organisasi, ia berarti suatu
pengorganisasian Negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau asas
persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat.
Meskipun
dari berbagai pengertian itu terlihat bahwa rakyat diletakkan pada posisi sentral “Rakyat
berkuasa” ( government or rule by the
people) tetapi dalam prakteknya oleh UNESCO disimpulkan, ide demokrsi itu
dianggap ambiguous atau mempunyai
arti ganda, sekurang-kurangnya ada ambiguity
atau ketaktentuan lembaga-lembaga atau cara-cara yang dipakai untuk melaksanakan
idea tau mengenai keadaan kultural secara historis yang mempengaruhi istilah
ide dan praktik demokrasi.[3]
Hal ini bisa dilihat betapa Negara-negara yang sama-sama menganut asas
demokrasi ternyata mengimplementasikan secara tidak sama. Ketidak samaan atau
aparatur demokrasi, tetapi juga menyangkut perimbangan porsi yang terbuka bagi
peranan maupun peranan rakyat.
Sejak
dimunculkannya kembali, asas demokrasi yang setelah tenggelam beberapa abad
dari permukaan Eropa telah menimbulkan masalah tentang siapakah sebenarnya yang
lebih berperan dalam menentukan jalannya Negara sebagai organisasi tertinggi:
Negara ataukah masyarakat? Dengan kata lain, negarakah yang menguasai Negara ?
pemakaian demokrasi sebagai prinsip hidup bernegara sebenarnya telah melahirkan
fiksi-yuridis inilah telah terjadi tolak-tarik kepentingan atau kontrol, tolak-tarik
mana yang kemudian menunjukkan aspek lain yakni tolak-tarik antara Negara–masyarakat
karena kemudian Negara terlihat memiliki pertumbuhannya sendiri sehingga
lahirlah konsep Negara organis.[4]
Pemahaman atas masalah ini akan lebih jelas melalui penelusuran sejarah
perkembangan prinsip sabagai asas hidup Negara yang fundamental.
Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran
mengenai hubungan Negara dan hukum di Yunani kuno dan dipraktikan dalam hidup
bernegara antara abad ke4 SM- abad ke6 M. dilihat dari pelaksanaannya demokrasi
yang dipraktikan bersifat langsung (direct
democracy) untuk membuat keputusan politik dijalankan langsung oleh rakyat
berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langsung ini dapat dilaksanakan secara
efektif karena Negara kota (city state) Yunani kuno berlangsung
dalam kondisi sederhana dengan wilayah Negara yang hanya terbatas pada sebuah
kota dan daerah sekitarnya dan jumlah penduduk yang hanya lebih kurang 300.000
orang dalam suatu Negara.
D.
Bentuk-bentuk
demokrasi
Menurut
Torres, demokrasi dapat dilihat dari dua aspek : formal democracy dan substantive
democracy, yaitu menunjuk bagaimana proses demokrasi itu dilakukan. Formal democracy menunjuk pada demokrasi
dalam arti sistem pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai pelaksanaan
demokrasi di berbagai Negara, alam suatu Negara misalnya dapat diterapkan sistem
presidensial atau parlementer.
Sistem
presidensial menekankan pentingnya pemilihan presiden secara langsung, sehingga
presiden terpilih mendapatkan mandate langsung dari rakyat. Sistem parlementer
menerapkan model hubungan yang menyatu antara kekuasaan eksekutif (head
of government ) adalah berada ditangan seseorang perdana menteri. Adapun
kepala Negara ( head of state) adalah berada pada seorang ratu, misalnya di
Negara inggris, atau ada pula yang berada pada seorang presiden seperti di
india.
E. Demokrasi di Indonesia
Sebagai
warga Negara yang sedang berkembang,
rakyat Indonesia telah memproses transisi menuju demokrasi sejak awal abad ke
dua puluh ini. Kaum pergerakan kemerdekaan membangun kesadaran bangsanya,
sambil mempelopori gerakan kemandirian dan kebebasan dari penguasa dan sistem
kekuasaan otoriter dan fasis. Kemerdekaan, demokrasi dan kemakmuran,
disosialisasikan dan diperjuangkan oleh bangsa Indonesia secara terus menerus,
sekalipun mengalami pasang surut.
Segera
setelah proklamasi, lewat pembentukan partai, pemfungsian parlemen dan kompetisi
kekuasaan, mulai dari pemilu sampai kepada penentuan posisi dan kebijakan
publik, bangsa Indonesia melakukan eksperimen sistem politik demokrasi untuk
pertama kalinya.[5]
Maka dalam tiga dekade terakhir, bekerjalah tatanan kekuasaan yang memusat untuk
menstabilkan politik sambil membangun ekonomi secara cepat. Itu berarti, bahwa
tatanan dan proses politik yang dikehendaki tidak mengalami perubahan,
sedangkan ekonomi didorong supaya bertumbuh dengan pesat.[6]
Apabila
arah perubahan politik Indonesia memadai, tren perkembangan kehidupan politik
Indonesia modern, tak berlangsung secara linier, sebab terjadi pengulangan
sekalipun tidak secara utuh. Selama 37 tahun dari 1908, kaum pergerakan
kemerdekaan menggerakkan transisi politik menuju demokrasi, sehingga berhasil
mengorganisasi SPIDL, dari 1959 yang mungkin akan berlangsung sampai 2003
selama 43 tahun dan akan disusul oleh masa transisi menuju demokrasi selama 5
sampai 10 tahun, sehingga otoritarian akan berlangsung sampai 49 sampai 53 tahun, yang berarti disekitar setengah abad
pula. Untuk sampai kepada kehidupan demokrasi yang mengakar, tampaknya,
Indonesia terlebih dahulu mengalami kehidupan politik dan demokrasi dan
otoriter, masing- masing sekali dan dua kali masa transisi menuju demokrasi
yang memerlukan waktu lebih dari 40 tahun.[7]
Transisi
menuju demokrasi bukan saja merupakan langkah yang diperlukan untuk
mempersiapkan bangsa Indonesia menempuh masa depannya, akan tetapi perubahan
itu sudah terjadi didalam kehidupan masyarakat bangsa dan Negara Indonesia sejak
akhir tahun 1980 an.[8]
Perkembangan
demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam empat periode:
1. Periode
1945-1949, Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi
parlementer. Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan setelah kemerdekaan
diproklamasikan. Sistem ini kemudian diperkuat dalam Undang-Undang Dasar 1949
(Konstitusi RIS) dan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950. Meskipun sistem
ini dapat berjalan dengan memuaskan di beberapa negara Asia lain, sistem ini
ternyata kurang cocok diterapkan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan
melemahnya persatuan bangsa. Dalam UUDS 1950, badan eksekutif terdiri dari
Presiden sebagai kepala negara konstitusional (constitutional head) dan perdana
menteri sebagai kepala pemerintahan. Yang menonjolkan peranan parlemen serta
partai- partai kelemahan demokrasi parlementer ini memberi peluang untuk
dominasi partai- partai politik dan DPR. Akibatnya, persatuan yang digalang
selama perjuangan melawan musuh menjadi kendor dan tidak dapat dibina menjadi
kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan.
2. Periode
1949-1965, Demokrasi terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari
demokrasi rakyat. Masa ini ditandai dengan dominasi presiden, terbatasnya peran
partai politik perkembangan pengaruh komunis dan peran ABRI sebagi unsur sosial
politik semakin luas.
3. Periode
1966-1998, masa demokrasi pancasila era orde baru yang merupakan demokrasi
konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial, landasan formal periodeini
adalah pancasila, UUD 1945 dan ketetapan MPR/MPR dalam rangka untuk meluruskan
kembali penyelewengan terhadap UUD 1945yang terjadi pada masa demokrasi
terpimpin. Namun dalam perkembangannya peran presiden semakin dominan terhadap
lembaga-lembaga Negara yang lain.
4. Periode
1999- sekarang, masa demokrasi pancasila era reformasi, dengan berakar pada
kekuatan multipartai yang berusha mengembalikan perimbangan kekuatan antar
lembaga neagara, antara eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pada masa ini
peran partai politik kembali menonjol sehingga iklim demokrasi memperoleh nafas
baru.[9]
Sistem politik di Indonesia selama ini
belum terbangun sikap-sikap berpolitik yang berorientasi kepada rakyat.
Akibatnya, semua program makro dari partai politik tidak terukur dan hal ini
membuka ruang menjadi sebuah klaim politik. Apabila kondisi itu terus
berlangsung, maka pemerintah kita bukan menjadi penjaga dari kelangsungan hidup
berdemokrasi di Republik tercinta ini, tetapi justru menjadi kekuatan
penghancur. Semua itu bersumber dari kebajikan makro yang didengung-dengungkan
oleh para elit politik kita.
Dalam kerangka mewujudkan Indonesia baru, kita perlu
membangun corak demokrasi yang membawa pencerahan bagi rakyat tentang kehidupan
demokrasi. Corak baru tersebut ialah memberikan corak pendidikan politik
Indonesia yang tetap menghargai kearifan budaya lokal sebagai denyut demokrasi.
Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, UUD 1945 memberikan penggambaran bahwa
Indonesia adalah negara demokrasi. Dalam mekanisme kepemimpinannya Presiden
harus bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih
dari Rakyat.
Sehingga secara hirarki seharusnya rakyat adalah
pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang dipilih dalam
pemilu. Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956
ketika untuk pertama kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai
kemudian Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan
sistem pemerintahan. Setelah mengalami masa Demokrasi Pancasila, sebuah
demokrasi semu yang diciptakan untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto,
Indonesia kembali masuk kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika pemerintahan
junta militer Soeharto tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi Indonesia
terselenggara pada tahun 1999 yang menempatkan PDIP sebagai pemenang Pemilu.
Budaya lokal, terutama dalam konteks
kepemimpinan diharapkan mampu menciptakan kultur politik yang lebih demokratis
melalui civil society, sehingga pendidikan politik bagi warga Negara semakin
kuat. Apalagi bila penciptaan kultur tersebut, melalui dunia akademik di
kampus. Selain itu juga, diharapkan mampu melahirkan pemimpin yang bersifat
optimis diantara rakyatnya.[10]
Perbincangan sejauh ini lebih banyak
mengungkapkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh civil society untuk tumbuh
dan hadir sebagai tulang punggung demokrasi di Indonesia. Ia mulai terbebas
dari intervensi Negara, akan tetapi menjadi rawan terhadap intervensi political
society dan economic society bahkan menjadi arena pergulatan politik komunal.
Ia juga menjadi rawan terhadap cultural masyarakat yang paternalistik.[11]
F.
Pelaksanaan
Demokrasi di Indonesia
Demokrasi merupakan pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat,dan untuk rakyat.
Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Negara kita, semua konstitusi yang pernah berlaku menganut prinsip demokrasi. Hal ini dapat dilihat misalnya:
Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Negara kita, semua konstitusi yang pernah berlaku menganut prinsip demokrasi. Hal ini dapat dilihat misalnya:
A. Dalam
UUD 1945 (sebelum diamandemen) pasal 1 ayat (2) berbunyi: “Kedaulatan adalah di
tangan rakyat, dan dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
B. Dalam
UUD 1945 (setelah diamandemen) pasal 1 ayat (2) berbunyi: “Kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”.
C. Dalam
konstitusi Republik Indonesia Serikat, Pasal 1:
1.
Ayat (1) berbunyi: “Republik Indonesia
Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu Negara hukum yang demokrasi dan
berbentuk federasi”.
2.
Ayat (2) berbunyi: “Kekuasaan kedaulatan
Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama Dewan
Perwakilan Rakyat dan Senat”.
D. Dalam
UUDS 1950 pasal 1:
1.
Ayat (1) berbunyi: “Republik Indonesia
Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu Negara hukum yang demokratis dan
berbentuk kesatuan”.
2.
Ayat (2) berbunyi: “Kedaulatan Republik
Indonesia adalah di tangan rakyat dan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama
dengan Dewan Perwakilan rakyat”.[12]
A. Demokrasi pada masa pemerintahan revolusi
kemerdekaan
Pada masa pemerintahan revolusi
kemerdekaan ini (1945-1949), pelaksanaan demokrasi baru terbatas pada interaksi
politik diparlemen dan berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan. Meskipun
tidak banyak catatan sejarah yang menyangkut perkembangan demokrasi pada
periode ini, akan tetapi pada periode tersebut telah diletakkan hal-hal
mendasar. Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua, presiden
yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi diktator. Ketiga,
dengan maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai
politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian di Indonesia
untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik kita.
B. Demokrasi
parlementer (1950-1959)
Masa demokrasi parlementer merupakan
masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hampir semua elemen demokrasi
dapat kita temukan perwujudannya dalam kehidupan politik di Indonesia.
1. Lembaga
perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam
proses politik yang berjalan.
2. Akuntabilitas
(pertanggung jawaban) pemegang jabatan dan politis pada umumnya sangat tinggi.
3. Kehidupan
kepartaian boleh dikatakan memperoleh pelung yang sebesar-besarnya untuk
berkembang secara maksimal.
4. Sekalipun
Pemilihan Umum hanya dilaksanakan satu kali yaitu pada 1955, tetapi Pemilihan
Umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi.
5. Masyarakat
pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka tidak dikurangi sama
sekali, sekalipun tidak semua warga Negara dapat memanfaatkannya dengan
maksimal.
6. Dalam
masa pemerintahan Parlementer, daerah-daerah memperoleh otonomi yang cukup
bahkan otonomi yamg seluas-luasnya dengan asas desentralisasi sebagai landasan
untuk berpijak dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah
mengapa demokrasi perlementer mengalami kegagalan?. Banyak sekali para ahli
mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Dari sekian banyak jawaban, ada beberapa
hal yang dinilai tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut.[13]
1. Munculnya
usulan presiden yang dikenal dengan konsepsi presiden untuk membentuk
pemerintahan yang bersifat gotong-royong.
2. Dewan
Konstituante mengalami jalan buntu untuk mencapai kesepakatan merumuskan
ideologi nasional.
3. Dominannya
politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik.
4. Basis
sosial ekonomi yang masih sangat lemah.
C. Demokrasi
Terpimpin (1959-1965)
Demokrasi terpimpin merupakan
pembalikan total dari proses politik yang berjalan pada masa demokrasi
perlementer.
1. Meleburnya
sistem kepartaian.
2. Dengan
terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong,peranan lembaga legislative
dalam sistem politik nasional menjadi sedemikian lemah.
3. Hak
dasar manusia menjadi sangat lemah.
4. Masa
demokrasi terpimpin adalah masa puncak dari semangat anti kebebasan pers.
5. Sentralisasi
kekuasaan yang semakin dominan dalam proses hubungan antara pemerintahan pusat
dan daerah.[14]
D. Demokrasi
pada masa Orde Baru (1966-1998)
1. Rotasi
kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hampir tidak pernah terjadi.
2. Rekruitmen
politik bersifat tertutup.
3. Pemilihan
Umum.
4. Pelaksanaan
hak dasar warga Negara.
a) Demokrasi
pada masa Reformasi (1998 sampai dengan sekarang)
Dalam masa pemerintahan Habibie inilah
muncul beberapa indikator kedemokrasian di Indonesia. Pertama, diberikannya
ruang kebebasan pers sebagai ruang publik untuk berpartisipasi dalam kebangsaan
dan kenegaraan. Kedua, diberlakunya sistem multi partai dalam pemilu tahun
1999. Demokrasi yang diterapkan Negara kita pada era reformasi ini adalah
demokrasi Pancasila, tentu saja dengan karakteristik yang berbeda dengan orde
baru dan sedikit mirip dengan demokrasi perlementer tahun 1950-1959.
1. Pemilu
yang dilaksanakan (1999-2004) jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya.
2. Rotasi
kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampai pada tingkat desa.
3. Pola
rekruitmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka.
4. Sebagian
besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan
pers, dan sebagainya.
G.
Unsur-
unsur Pendukung Tegaknya Demokrasi
Tegaknya
demokrasi sebagai sebuah tatanan kehidupan kenegaraan, pemerintahan, ekonomi,
sosial dan politik sangat tergantung pada keberadaan dan peran yang dijalankan
oleh unsur demokrasi adalah:
1. Negara
hukum (reshstaat atau the rule of law).
Negara
hukum memiliki pengertian bahwa memberi perlindungan hukum kepada warga Negara
melalui lembaga peradilan yang bebas dan tidak memihak serta menjamin hak asasi
manusia.
2. Masyarakat
madani (civil society)
Masyarakat
madani yakni sebuah masyarakat dengan cirri-cirinya yang terbuka, egaliter
bebas dari dominasi dan tekanan Negara. Masyarakat madani merupakan elemen yang
sangat signifikan dalam membangun demokrasi, yaitu adanya partisipasi
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Negara atau pemerintah.
3. Aliansi
kelompok strategis
Aliansi
kelompok strategis terdiri dari partai politik, kelompok gerakan, kelompok
penekan atau kelompok kepentingan termasuk didalamnya pers yang bebas dan
bertanggung jawab.[15]
[1] Yudi, Latif. Negara Paripurna Historitas, Rasionalitas
dan Aktualitas Pancasila, Jakarta :Gramedia Pustaka. 2011. 79
[2] Deliar Noer, Pengantar ke Pemikiran Politik (Jakarta:
CV Rajawali 1983), 207
[3] Merriam Budiarjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik (Jakarta : PT
Gramedia 1981)
[4]
Ibid.,154
[5] Sanit, Arbi. Reformasi Politik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar (Anggota IKAPI). 1998.211
[6] Ibid., 212
[7] Ibid., 213
[8] Ibid.,218-219
[9] MS. Kaelan, Pendidikan Kewarganegaraan
( paradigma: Yogyakarta 2007), 64
[10] Mulyana, M. Hum. Demokrasi dalam Budaya Lokal. Cet-1.
Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005. 74
[11] Rahardjo, M. Dawam. Indonesia dalam Transisi Menuju Demokrasi.
Jakarta: LSAF,1999.49
[12]
Ibid.,
55
[13] MS. Kaelan, Pendidikan Kewarganegaraan
( paradigma: Yogyakarta 2007), 67
[14] Ibid., 70
[15] Tim Penyusun MKD, Civic Education (pendidikan
kewarganegaraan), cet1-3. Uin sunan ampel press anggota IKAPI 117
surabaya.2013. 158
Langganan:
Komentar (Atom)