“FESTIVAL
( MATSURI) DAN RITUAL SHINTO”
ARTIKEL
Disusun Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah
Agama – Agama Dunia
Oleh:
Siska
Widiyanti (E02211025)
Dosen
Pengampuh:
Muhammad
Afdillah, S.Th.I, M.Si
NIP
: 198204212009011013
FAKULTAS
USHULUDDIN
JURUSAN
PERBANDINGAN AGAMA
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2012
Abstract: Japanese religion Shinto religion
commonly called. Japan is a unique religion. Shinto is a religious festival and
celebration. Matsuri is a Japanese word which by definition means Shinto ritual
dedicated to the Us, it could also be interpreted as a festival, a celebration
or holiday celebration. Matsuri is also held to celebrate the traditions
associated with the change of seasons or pray for the spirits famous. The
meaning of the ceremony is done and the time of the matsuri varied in
accordance with the objectives of the matsuri. New year festival which lasts
for seven days, is the most important country for the celebration of Shinto.
Shinto is a belief that emphasizes that nature has the power, like the sun,
rivers, soil, air, water, fire, and forth.
A.
Pendahuluan
Agama Jepang
biasanya disebut dengan agama Shinto. Sebagai agama asli bangsa Jepang, agama
tersebut memiliki sifat yang cukup unik. Proses terbentuknya, bentuk-bentuk
upacara keagamaannya maupun ajaran-ajarannya memperlihatkan perkembangan yang sangat
ruwet. Banyak istilah-istilah dalam agama Shinto yang sukar dialih bahasakan
dengan tepat ke dalam bahasa lainnya. Kata-kata Shinto sendiri sebenarnya
berasal dari bahasa China yang berarti “jalan para dewa”, “pemujaan para dewa”,
“pengajaran para dewa”, atau “agama para dewa”.
Pertumbuhan dan
perkembagan agama serta kebudayaan Jepang memang memperlihatkan kecenderungan
yang asimilatif. Sejarah Jepang memperlihatkan bahwa negeri itu telah menerima
berbagai macam pengaruh, baik kultural maupun spiritual dari luar. Semua
pengaruh itu tidak menghilangkan tradisi asli, dengan pengaruh-pengaruh dari
luar tersebut justru memperkaya kehidupan spiritual bangsa Jepang.[1]
Jepang
adalah agama yang unik. Tidak ada satu mengunjungi Negara pulau dan mata
menjaga dan telinga membuka lebih dari lima belas menit bisa memeiliki keraguan
itu. Bahasa terdengar seperti yang lain. Sebagai salah satu perjalanan. Sebelum
lama khass teori atau melengkung lingkungan menandai kuil Shinto menjadi
terlihat.[2]
Bangsa
Jepang memiliki kebudayaan yang unik dan beraneka ragam jenisnya yang patut
kita pelajari. Kebudayaan tersebut mencakup : bahasa, festival, upacara, tata
ruang, makanan, seni, bela diri dan sebagainya. Masing- masing budaya tersebut
memiliki makna tersendiri dan didasari oleh suatu kepercayaan. Budaya- budaya
tersebut sangat identik dan terpengaruh oleh suatu agama. Khususnya Shinto yang
merupakan kepercayaan agama yang memiliki sejarah cukup lama dan amat
berpengaruh di Jepang. Di Jepang terdapat lebih dari 200.000 organisasi
keagamaan dan mayoritas berorientasi pada agama Shinto. Agama ini memiliki
penganut yang paling mendominasi di Jepang sejak lebih dari abad 10 yang lalu.[3]
Akan
tetapi mereka pergi ke kuil-kuil hanya untuk menghadiri perayaan tahunan atau
ritual-ritual keagamaan. Disisi-sisi lain beratus-ratus matsuri ( festival
keagamaan ) diadakan sepanjang tahun dan ribuan jutaan orang menghadirinya.
Seorang turis yang datang ke Jepang mungkin berpikir bahwa Jepang adalah Negara
yang sangat religious. Praktek keagamaan terlihat dimana-mana, mulai dari
tempat-tempat ibadah besar dan terawat di kota-kota besar hingga kuil-kuil
kecil di perumahan dan mengingat juga banyaknya matsuri yang diadakan dalam
setahun. Meskipun demikian, kenyataan agama tidak terlalu dianggap penting di
Jepang.[4]
Oleh karena itu artikel ini akan mengkaji tentang ritual agama Shinto yaitu
sejarah matsuri.
B.
Sejarah
Matsuri
Matsuri adalah
kata dalam bahasa Jepang yang menurut pengertian agama Shinto berarti ritual
yang dipersembahkan untuk Kami, sedangkan menurut pengertian sekularisme
berarti festival, perayaan atau hari libur perayaan. Matsuri diadakan di banyak
tempat di Jepang dan pada umumnya diselenggarakan jinja atau kuil, walaupun ada
juga matsuri yang diselenggarakan gereja dan matsuri yang tidak berkaitan
dengan institusi keagamaan. Di daerah Kyushu, matsuri yang dilangsungkan pada
musim gugur disebut Kunchi. Sebagian besar matsuri diselenggarakan dengan
maksud untuk mendoakan keberhasilan tangkapan ikan dan keberhasilan panen
(beras, gandum, kacang, jawawut, jagung), kesuksesan dalam bisnis, kesembuhan
dan kekebalan terhadap penyakit, keselamatan dari bencana, dan sebagai ucapan
terima kasih setelah berhasil dalam menyelesaikan suatu tugas berat. Tidak ada
hari Matsuri khusus untuk seluruh Jepang, tanggal bervariasi dari daerah ke
daerah, dan bahkan dalam bidang tertentu, tetapi hari-hari festival cenderung
mengelompok di sekitar hari libur tradisional seperti Setsubun atau Obon.
Hampir setiap lokal memiliki setidaknya satu matsuri di akhir musim panas /
awal musim gugur, biasanya terkait dengan panen padi.[5]
Disini adalah
festival lokal yang tak terhitung jumlahnya (matsuri) di jepang karena hampir
setiap kuil merayakan salah satu sendiri. Kebanyakan festival diadakan setiap
tahun dan merayakan dewa suci atau peristiwa musiman atau sejarah. Beberapa
festival diadakan selama beberapa hari. Sebuah elemen penting dari festival
jepang prosesi, di mana kami kuil lokal (Shinto dewa) dilakukan melalui kota di
mikbosi (tandu). Ini adalah satu-satunya waktu tahun ketika kami meninggalkan
kuil untuk dibawa berkeliling kota, disertai dengan musik gendang dan suling
oleh orang yang duduk di mengapung. Setiap festival memiliki karakteristik
sendiri. Sementara beberapa festival yang tenang dan madiatif banyak yang
energik dan berisik.[6]
Matsuri juga
diadakan untuk merayakan tradisi yang berkaitan dengan pergantian musim atau
mendoakan arwah tokoh terkenal. Makna upacara yang dilakukan dan waktu
pelaksanaan matsuri beraneka ragam seusai dengan tujuan penyelenggaraan
matsuri. Matsuri yang mempunyai tujuan dan maksud yang sama dapat mempunyai
makna ritual yang berbeda tergantung pada daerahnya. Pada penyelenggaraan
matsuri hampir selalu bisa ditemui prosesi atau arak-arakan Mikoshi, Dashi
(Danjiri) dan Yatai yang semuanya merupakan nama-nama kendaraan berisi Kami
atau objek pemujaan. Pada matsuri juga bisa dijumpai Chigo (anak kecil dalam prosesi),
Miko (anak gadis pelaksana ritual), Tekomai (laki-laki berpakaian wanita),
Hayashi (musik khas matsuri), penari, peserta dan penonton yang berdandan dan
berpakaian bagus, dan pasar kaget beraneka macam makanan dan permainan.[7]
Dalam teologi agama
Shinto dikenal empat unsur dalam matsuri : penyucian (harai), persembahan,
pembacaan doa (norito), dan pesta makan. Matsuri yang paling tua di kenal dalam
mitologi Jepang adalah ritual yang di lakukan di depan amino lwato. Matsuri
dalam bentuk pembacaan doa masih tersisa seperti dalam bentuk kigansai
(permohonan secara individu kepada jinja atau kuil untuk di doakan dan
jichinsai ( upacara sebelum pendirian bangunan atau kontruksi). Pembacaan
doa yang dilakukan pendeta Shinto untuk individu atau kelompok orang di tempat
yang tidak terlihat orang lain merupakan bentuk awal dari matsuri. Pada saat
ini, Ise Jingū merupakan salah satu contoh kuil agama Shinto yang masih
menyelenggarakan matsuri dalam bentuk pembacaan doa yang eksklusif bagi
kalangan terbatas dan peserta umum tidak dibolehkan ikut serta.
Sesuai dengan
perkembangan zaman, tujuan penyelenggaraan matsuri sering melenceng jauh dari
maksud matsuri yang sebenarnya. Penyelenggaraan matsuri sering menjadi
satu-satunya tujuan dilangsungkannya matsuri, sedangkan matsuri hanya tinggal
sebagai wacana dan tanpa makna religious. Sedangkan agama Shinto adalah sebuah
agama yang berasal dari Jepang. Shinto merupakan kepercayaan yang menekankan
bahwa alam mini memiliki kekuatan, seperti matahari, sungai, tanah, udara, air,
api, dan lain sebagainya.
Upacara
pernikahan dengan agama Shinto festival dan perayaan atau yang dikenal dengan
nama matsuri dalam bahasa jepang adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dengan ritual Shinto. Matsuri merupakan upacara ritual Shinto (memuja dewa),
yang berfungsi sebagai bentuk pendekatan diri kepada dewa-dewa bagi masyarakat
umum.
Matsuri
dianggap tidak lebih dari perayaan budaya tahunan belaka. Masing-masing kuil
mempunyai matsurinya sendiri-sendiri dan tiap kuil ataupun daerah yang satu
dengan daerah yang lain mempunyai keunikannya perayaannya sendiri-sendiri.
Perayaan matsuri yang bersifat Nasional seperti halnya hari raya agama yang
kita kenal sama sekali yang ada di Jepang. Kebanyakan festival dilaksanakan
pada musim panas sekitar bulan Juli dan Agustus dan jatuh pada hari Minggu
sesuai dengan kalender masehi. Beberapa festival tertentu yang bisa disebut
yang sangat megah yang melibatkan peserta dalam jumlah besar dan tentu saja
tidak ketinggalan jumlah penonton yang bisa mencapai jutaan orang.[8]
Shinto tidak
memiliki ibadah mingguan. Orang mengunjungi kuil pada kenyamanan mereka.
Beberapa orang mungkin pergi ke kuil pada tanggal pertama dan 15 bulan
masing-masing dan pada kesempatan upacara atau festival (matsuri), yang
berlangsung beerapa kali dalam setahun. Bhakta, namun. Dapat membayar
penghormatan ke kuil setiap pagi.
Ritus
peralihan. Berbagai Shinto ritus peralihan yang di amati di jepang. Kunjungan
pertama yang baru lahir ke kami yang mengawasi, yang terjadi 30 sampai 100 hari
setelah lahir. Apakah untuk memulai bayi sebagai pemeluk baru, shichi-go-san
(tujuh-lima-tiga) festival pada tanggal 15 November adalah kesempatan bagi anak
laki-laki dari lima tahun dan anak perempuan dari tiga dan tujuh tahun untuk
mengunjungi kuil untuk memberikan terima kasih untuk perlindungan kami dan
berdo’a untuk pertumbuhan yang sehat mereka. 15 januari adalah hari orang
dewasa. Pemuda didesa yang digunakan untuk bergabung dengan asosiasi pemuda
setempat pada hari ini. Saat itu adalah hari peringatan bagi Jepang yang telah
mencapai tahun ke-20 mereka. Orang Jepang biasanya memiliki upacara pernikahan
mereka dalam gaya Shinto dan mengucapkan janji pernikahan mereka ke kami.
Upacara pemakaman Shinto, bagaimanapun, tidak popular. Mayoritas jepang Buddha
dan Shinto pada saat yang sma dan memiliki pemakaman mereka dalam gaya Budha.
Sebuah rumah tradisional jepang memiliki altar keluarga: satu, Shinto, untuk
kami yang mengawasi mereka dan dewi A omikomi matesaru dan lain, Buddha bagi
leluhur keluarga. Murni Shinto keluarga. Namun, akan memiliki semua upacara dan
jasa dalam gaya Shinto. Ada lainnya Shinto matsuri pekerjaan atau tentang
kehidupan sehari-hari, seperti upacara memurnikan sebuah bangunan, sebuah
penembakan memurnikan upacara untuk boiler di pabrik baru. Upacara penyelesaian
untuk pekerjaan konstruksi, atau upacara peluncuran kapal baru.
Varieties
festival, ibadah dan do’a. setiap kuil Shinto memiliki beberapa festival besar
setiap tahun. Termasuk musim festival baru matsuri dan toshigoi matsuri: do’a
untuk festival panen yang baik, festival musim gugur festival panen, festival
tahunan dan prosesi ilahi. Biasanya berlangsung pada hari festival tahunan, dan
kuil-kuil miniature dilakukan pada bahu diangkut melaui kabupaten urutan atau
ritual di sebuah festival besar biasanya sebagai berikut:[9]
1. Pemurnian
ritual ( harae)- umumnya. Diadakan di sudut Bait suci sebel;um peserta datang
ker kuil sebelum memulai perayaan.
2. Adorasi-
imam kepala dan seluruh jemaat haluan ke altar.
3. Pembukaan
pintu tempat kudus batin (oleh imam).
4. Presentasi
makanan persembahan beras, sake, kue beras, ikan, rumput laut sayuran, garam,
air. Ect. Apakah di tawarkan tapi daging hewan bukan karena tabu pada
menumpahkan daraah didaerah suci dalam makanan yang di masak masa lalu biasanya
ditawarkan kepada kami. Tapi makanan mentah saat ini lebih sering digunakan
sesuai perubahan ini, gagasan kami menghibur berubah dengan syukur.
5. Doa-
imam membacakan doa ( norito) meniru doa Shinto kuno doa-doa yang di susun pada
abad ke-10 awal dan didasarkan pada keyakinan lama bahwa kata-kata yang di
ucapkan memiliki potensi spiritual.
6. Music
dan tarian sacral.
7. Penawaran
umum- peserta festival membuat persembahan simbolik menggunakan cabang kecil
dari pohon cemara suci yang strip dari kertas putih yang diikat.
8. Mengambir
persembahan away
9. Menutup
pintu ruang belakang
10. Akhir
adorasi
11. Pesta
(naorai)
Di Shinto tradisional, tidak ada konsep dosa. Dunia indah dan penuh
semangat membantu. Seksualitas perse tidak berdosa: dunia diciptakan oleh dewa
kawin, dan orang-orang secara tradisional mandi bersama-sama secara komunal
dijepang. Namun ada masalah kenajisan ritual yang saya menyinggung kami dan
membawa pada bencana seperti kekeringan, kelparan atau perang.
Kualitas kotoran atau kemalangan tsumi. Dapat timbul melalui kotoran oleh
mayat atau menstruasi. Oleh interaksi tidak baik antara manusia, antara manusia
dan lingkungan atau melalui bencana alami, berebda dengan tobat diperlukan oleh
agama-agama yang menekankan dosa, tsumi membutuhkan pemurnian. Pengikut jalan
kami memiliki berbagai cara menghapus tsumi, satu memperhatikan masalah yang
muncul.[10]
C.
Festival
Shinto
Shinto adalah agama festival dan perayaan. Kuil masing-masing memilikinya
kalender tahunan ritual dan festival, dan kalender masing-masing dapat
bervariasi dari kuil ke kuil. Festival dari Shinto kalender sering tumpah
tindih dengan hari besar keagamaan dari tradisi-tradisi lain, dan semua adalah
bagian dari acara tahunan, atau nenju gyoji, Jepang. Ini termasuk baik festival
keagamaan dan regional dan nasional perayaan. Meskipun saat ini banyak festival
Shinto, atau matsuri, tampak lebih sekuler dari pada keagamaan, sebagai besar
mulai sebagai besar mulai sebagai perayaan keagamaan, dan matsuri kata
berkonotasi doa dan ibadah bersama dengan festival yang mengikuti pertanian
kalender. Festival musim semi menandai waktu tanam padi, saat kritis dalam
budaya padi. Pada musim gugur ada festival untuk memperingati panen dan syukur.
Tahun baru dirayakan sebagai masa penyucian dan pembaharuan dan sangat penting
karena melambangkan awal yang baru.[11]
Tetapi juga merayakan festival keajaiban kecil : bunga sakura di musim semi,
bunga-bunga dari musim panas, dan perubahan daun di musim gugur. Pekerjaan
memiliki dewa pelindung, dan festival tahunan yang di adakan berterima kasih
kepada mereka untuk perlindungan mereka. Selain itu, terlepas dari kegiatan
tahunan yang terjadi pada semua kuil Shinto, setiap tempat suci merayakan
sebuah festival untuk dewa penjaga tersendiri atau dewa.
Festival ini, pertama-tama, kali untuk menikmati. Ketika hari festival
tiba, bisnis, lembaga pendidikan, dan pabrik-pabrik di tutup, dan keluarga,
teman dan tetangga berkumpul, sering pada yang luas alasan sekitarnya kuil.
Semakin besar kuil sering memiliki bangunan luar dimana orang dapat berkumpul
untuk hiburan. Actor dapat hadir Noh, klasik tari-drama yang menggambarkan
cerita kami yang suka tertawa. Gadis kuil melakukan tarian untuk menghibur kami
tersebut. pedagang mendirikan kios-kios dengan alasan suci untuk menjual makanan
ringan, minuman, souvenir dan permainan. Festival dapat berlangsung satu hari
atau selama seminggu. Mereka mungkin termasuk juggler, pegulat, pacuan kuda,
memanah, bonfi res, lomba perahu, beberapa festival besar melibatkan seluruh
penduduk, bahkan di kota-kota besar seperti Kyoto. Dalam setiap kuil adalah
Shinto ini tidak pernah dilihat, bahkan oleh imam, dan jamaah mengambil
keberadaannya iman. Pada saat festival imam tempat ini kotak dalam mikhosi,
atau tandu, yang dihiasi dada dilakukan dengan cara lama, horizontal kutub.
Pemuda yang kuat membawa tandu ini sekitar kota sehingga kami dapat melihat lokal
atas mana mereka memimpin dan memberkatinya atau hanya menikmatinya.[12]
Orang-orang pastikan bahwa mikoshi melewati setiap rumah di kota sehingga
hubungan antara kami dan orang-orang diperkuat. Penting juga, adalah kenyataan
bahwa tindakan yang sangat membawa mikhosi membutuhkan kerjasama yang erat
antara orang-orang. Sebuah tandu kecil mungkin memerlukan 4-8 pembawa, beberapa
yang lebih besar mungkin memerlukan 30. Tugas bersama mengingatkan orang-orang
ketergantungan mereka pada satu sama lain. Tradisional Shinto kebajikan. Pada
festival yang lebih besar prosesi juga termasuk besar beroda mengapung,
kadang-kadang dua cerita tinggi, dihiasi warna-warni, dan ditarik oleh
laki-laki muda. Mengapung dapat menyajikan adegan historis atau dapat membawa
penari dan musisi yang tampil untuk orang banyak. Orang bergabung dengan
prosesi mengenakan kostum sejarah tradisional kimono dan gaun pengadilan atau
regalia kuno prajurit.
Ritual Shinto, tentu saja, adalah bagian penting dari setiap festival.
Imam melakukan ritual kuno pemurnian, penawaran, permohonan dan pesta.
Warna-warni berpakaian suci gadis tari untuk hiburan kami ini. Doa meminta
kelanjutan dari berkat-berkat yang kami. Sepanjang para penyembah festival
mendekati kuil, cincin lonceng kuil, bertepuk tangan dan menyajikan mereka
persembahan dan doa ke kami itu.
Festival tahun baru yang berlangsung selama tujuh hari, adalah Negara
paling penting Shinto perayaan. Ini adala kedua liburan nasional dan acra
religious waktu untuk merayakan, membayar utang, memebuat kesalahannya dan
memulai kehidupan baru. Selama ini orang gaun festival di kimono, dan perempuan
membuat rambut mereka dalam gaya tradisional. Jalan-jalan yang dihiasi dengan
spanduk dan dekorasi berwarna-warni lainnya. Sebelum festival tahun baru di
mulai orang memebersihkan rumah mereka, simbolis menyapu keluar tahun, dengan
nasib buruk dan penderitaan dan membuat ruang bagi yang baru. Sekitar rumah
mereka menggantung pinus cabang, yang melambangkan pembaharuan hidup dan beras
jerami tali, yang mendefinisikan ruang suci dan mengusir kejahatan. Hal ini
juga adat untuk menempatkan dahan pinus di keranjang bamboo karena di jepang[13]
tahun baru termasuk ritual Shinto formal di yang imam chant norito atau doa
Shinto kuno. Kuil gadis, gadis-gadis muda yang keluarganya adalah anggota kuil,
memakai kostum tradisional dan tarian kagura, atau sacral tarian untuk
menghibur kami tersebut. gadis kuil juga berpartisipasi dalam beberapa ritual
dan memebantu dalam bisnis kuil, menjual jimat (pesona tua) dan berkat memberi.
Tahun baru festival ritus membantu orang memulai tahun baru suci hatinya
dan dengan kontak kami. Selama perayaan itu adalah adat untuk bisnis dan
lainnya organisasi untuk memebuat hadiah besar kekuil setempat, berterima kasih
kami yang atas dukungan mereka dimasa lalu dan meminta untuk sukses di masa
depan. Hadiah mungkin berhubungan dengan bisnis contributor tapi adalah makanan
yang lebih umum dan kepentingan. Sake adalah hadiah popular. Setelah itu telah
dihabiskan di bagi oleh jama’ah, menambah suasana festival. Pada malam pertama
tahun baru orang dapat merayakan semua malam. Di pedesaan kuil kecil jamaah
hanyut oleh satu pagi. Tapi banyak meninggalkan untuk kereta api papan yang
berjalan sepanjang malam untuk tempat suci nasional didekatnya. Utama kuil,
seperti kuil meiji di Tokyo dan fushimi inari di Kyoto, membanggakan kerumunan
besar lebih dari satu juta orang di tahun baru malam. Setelah malam terlebih
dulu perayaan menjadi lebih tenang, namun orang terus mengumpulkan dalam
suasana liburan. Diperpanjang keluarga berkumpul pada saat ini, dan roh-roh
nenek moyang yang diyakini di kunjungi juga, sehingga perayaan termasuk kedua
anggota hidup dan leluhur roh. Mereka memberikan oseibo, atau akhir tahun
hadiah, custom di adopsi dan Eropa dan Amerika.[14]
D. Kesimpulan
Bangsa jepang adalah bangsa yang unik yang memiliki kebudayaan
yang beraneka ragam jenisnya yang patut untuk kita pelajari dan Shinto merupakan
kepercayaan yang mengacu pada animisme serta dipercayai merupakan agama asli
Jepang. Shinto memiliki banyak sekali upacara dan perayaan ( matsuri ). Dalam
menjalankan upacara atau perayaan tersebut, terdapat ritual-ritual tertentu
dalam pelaksanaanya. Dalam kepercayaan Shinto, ritual memiliki tujuan untuk
mengusir roh-roh jahat melalui penyucian dan do’a. Shinto dikarakteristikan
dengan perayaan dan festival dengan tujuan untuk hidup dalam pertalian dengan
alam, memuja kami dan melalukan rirual penyucian perayaan- perayaan tersebut
dengan kalender tahunan. Sebagian besar matsuri diselenggarakan dengan maksud
untuk mendoakan keberhasilan tangkapan ikan dan keberhasilan panen (beras,
gandum, kacang, jawawut, jagung), kesuksesan dalam bisnis, kesembuhan dan
kekebalan terhadap penyakit, keselamatan dari bencana, dan sebagai ucapan
terima kasih setelah berhasil dalam menyelesaikan suatu tugas berat. Tidak ada
hari Matsuri khusus untuk seluruh Jepang, tanggal bervariasi dari daerah ke
daerah, dan bahkan dalam bidang tertentu, tetapi hari-hari festival cenderung
mengelompok di sekitar hari libur tradisional seperti Setsubun atau Obon.
Ketika hari festival tiba, bisnis, lembaga pendidikan,
dan pabrik-pabrik di tutup, dan keluarga, teman dan tetangga berkumpul, sering
pada yang luas alasan sekitarnya kuil. Semakin besar kuil sering memiliki
bangunan luar dimana orang dapat berkumpul untuk hiburan. Festival dapat
berlangsung satu hari atau selama seminggu. Ritual Shinto, tentu saja, adalah
bagian penting dari setiap festival
E. Daftar Pustaka
Djam’annuri, Agama Jepang, PT. Bagus Arafah,
Yogyakarta, 1981
Earhart, H.
Byron. Japanese Religion: Unity and Diversity. Wadsworth. 2003
I.b Tauris, The New Encyclopedia Britanica Macropaedia
Knowledge In Depth, London :new York,1997,
Josep. Sou.Yb,
Agama-Agama Besar Didunia, Jakarta :
Al-Husna Zikro, 1983
Potter. B. Norton
, Publishing Group Then Edition, New
York1903,
Paula R. Hartz. 2009.World
Religions: Shinto, Third Edition(New York, NY: Chelsea House Publishers),
ch. 1,2,5-92.
Robert Ellwood. 2007. Japanese
Religion, e-book by Journal of Buddhist Ethics Online Books, Ltd.
ISBN: 0-9747055-8-6(ebook), ch. 1, 3, dan 7. 12
www.nyatanyatafakta.info/2010/07/festival-di-jepang-matsuri-html (21-12-2012,
13.05)
www.japan-guide.com/e/e2063.html.
21-12-2012(13:25)
[1]
Djam’annuri, Agama Jepang, PT. Bagus Arafah,
Yogyakarta, 1981
[2] Robert Ellwood. 2007.Japanese
Religion, e-book by Journal of Buddhist Ethics Online Books, Ltd. ISBN:
0-9747055-8-6(ebook), ch. 1, 3, dan 7. 12
[3]
Earhart, H. Byron. Japanese
Religion: Unity and Diversity. Wadsworth. 2003. 45
[4]
Earhart, H. Byron. Ibid., 48
[7] www.nyatanyatafakta,ibid.,
[8]
Josep. Sou.Yb, Agama-Agama Besar Didunia, Jakarta :
Al-Husna Zikro, 1983, 210
[9]
I.b Tauris, The New Encyclopedia Britanica Macropaedia Knowledge
In Depth, London :new York,1997, 281
[10]
Norton.B,Potter, Publishing Group Then Edition, 1903,193
[11] Paula R. Hartz. 2009.World
Religions: Shinto, Third Edition(New York, NY: Chelsea House Publishers),
ch. 1,2,5-92. 94
[12]
Paula R. Hartz. Ibid.,96
[13]
Paula R. Hartz. Ibid.,97
[14] Paula R. Hartz. Ibid.,98